Monday, December 10, 2012

LAPORAN KKL II LUMUT, LICHEN DAN JAMUR DI CANGAR


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak  keanekaragaman flora dan fauna lebih dari negara-negara yang lain. Dengan letak geografisnya yang mendukung, berbagai macam organisme dapat berhabitat di dalamnya. Kekayaan sumber daya alam juga mengindikasikan kekayaan hayatinya.
            Berbagai jenis tumbuhan tidak hanya tumbuhan tingkat tinggi, namun juga tumbuhan tingkat rendah, tersebar luas di seluruh tanah air. Seperti halnya lumut, lichen dan jamur yang termasuk tumbuhan tingkat rendah, terutama terdapat pada daerah hutan tropis. Obsevasi yang dilakukan di Pemandian Air Panas Cangar, tepatnya di hutan Cangar membuktikan dengan adanya beragam spesies dari objek yang diamati, bahwa Indonesia memang kaya dan hal ini menjadi pertimbangan penting untuk semakin mengeksplorasi keanekaragaman tersebut untuk Kemajuan sains dan masyarakat.
            Mengamati dan menelitinya merupakan hal yang perlu untuk dilakukan, agar pengetahuan mengenai objek-objek yang diamati, baik meliputi klasifikasi, jenis, morfologi sera anatomi, dan manfaatnya dapat diketahui sehingga menghasilkan manfaat baik bagi masyarakat dan kehidupan di alam ini.
1.2 Tujuan  
Tujuan diadakanya penelitian ini adalah studi lapangan keanekaragaman Fungi, Lichens dan Lumut yang berhabitat di Taman Hutan Raya R. Soerjo Dusun Cangar Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur.

1.3 Manfaat
Manfaat dari diadakannya penelitia ini antara lain ;
a. Sebagai pelengkap dalam memenuhi perkuliahan, terutama mata kuliah Taksonomi        Tumbuhan Rendah (TTR)
b. Menambah wawasan mahasiswa terutama mahasiswa biologi mengenai keanekaragaman Fungi,Lichens dan Lumut.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

2.1    Waktu dan Tempat
Studi lapangan ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 02 Desember 2012 yang bertempat di daerah kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R.Soeryo Cangar Batu Malang.

2.2    Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan sebagai penunjang dalam studi lapangan ini adalah:
1.    Alat tulis
2.    Alat dokumentasi (kamera digital dan handycam)
3.    Kantong plastik
4.    Buku identifikasi

2.3    Cara Kerja
Langkah-langlah kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Dicari lichen, lumut (bryophyta), dan jamur (fungi) dengan menusuri jalan di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R.Soeryo Cangar Batu Malang.
2.      Diambil gambar lichen, lumut (bryophyta), dan jamur (fungi) dengan kamera digital pada setiap spesies yang ditemukan.
3.      Dimasukkan hasil temuan ke dalam kantong plastik (cuma beberapa saja, demi menjaga kelestarian).
4.      Setelah sampai di laboratorium, dilakukan pengamatan dan dicatat ciri-cirinya secara kelompok.
5.      Dibedakan berdasarkan spesies masing-masing, diklasifikasi kemudian dideskripsikan.
6.      Dibagi setiap kelompok untuk dibahas di dalam laporan hasil studi lapangan.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Lichenes
       3.1.1 Parmotrema sp
Gambar Pengamatan
Gambar Litelatur
(LastDragon, 2008 )

                
Klasifikasi Parmotrema sp:
Kingdom: Fungi
      Divisi: Ascomycota
              Class: Lecanoromycetes
                     Ordo: Lecanorales
                           Famili: Parmeliaceae
                                   Genus: Parmotrema
                                          Species: Parmotrema sp
            Hasil pengamatan terhadap lichen yang ditemukan di Hutan Cangar, memiliki ciri-ciri sebagai berikut: thallus berupa lembaran yang berwarna hijau keabu-abuan, thallus tidak sepenuhnya menempel pada substrat atau masuk dalam kategori foliose, pada tepi terdapat rambut-rambut hitam menurut litelatur disebut siliata, namun ada yang menyebutnya sebagai rhizoid. Lichen ini ditemukan tumbuh menempel pada substrat kayu atau pohon. Setelah diidentifikasi dan dicocokkan pada litelatur, lichen ini memiliki ciri-ciri yang mendekati sama dengan spesies Parmotrema perlatum. Namun karena belum yakin., pembahasan ini akan lebih banyak membahas mengenai genusnya, yaitu Perlatum.  
Genus Parmotrema A. Massal. ditandai oleh foliose thalli membentuk pendek dan lebar, jarang memanjang, seringkali Ciliata lobus, epicortex yang berpori, konidia bentuk silinder dan jenis gabungan lichenan antara jenis Cetraria dan jenis Xanthoparmelia. Permukaan bawah dari talus yang putih menjadi hitam, biasanya rhizinate sedikit dengan zona marjinal lebar telanjang, kadang-kadang rhizinate tidak teratur atau pendek  dengan rhizines lebih lama tersebar dicampur tanpa margin erhizinate atau dengan yang sangat sempit. Berbagai macam metabolit sekunder dapat terjadi di medula, dengan atranorin dan / atau asam usnat hadir dalam korteks atas (Hale 1965; Blanco et al. 2005, Crespo dkk. 2010). Genus  terdiri dari 350 spesies terutama terdapat di daerah tropis, terutama di Kepulauan Pasifik dan Amerika Selatan (Blanco et al 2005;. Crespo dkk. 2010 dalam Kukwa, 2012).
            Keterangan: Sebuah lumut berdaun atau foliose dengan talus abu-hijau yang longgar melekat pada cabang atau batu. Sebuah spesimen tunggal dapat tumbuh sampai sekitar 15 cm. Lobus yang membentuk talus adalah sampai 15 mm lebar. Tepi lobus yang bergelombang dan melekat dari substrat dan mengandung soralia. Bawah adalah hitam menuju pusat dan daerah menuju tepi lobus adalah warna coklat. Tepinya adalah hitam, sehingga nama populernya ' black-edged leaf lichen'. Permukaan talus yang halus dengan silia hitam (hingga 2 mm panjang dan kadang-kadang bercabang). Apothecia jarang. Tes kimia: K + kuning, oranye + P, KC + oranye, UV-. Catatan Alam: Tersebar luas di Irlandia dan sangat berlimpah di selatan dan barat. Lebih suka kulit asam atau batuan kaya silika di daerah denagn cahaya yang baik. Hal ini sensitif terhadap sulfur dioksida (SO2) (http://www.lichens.ie/lichen-descriptions/foliose/parmotrema-perlatum).
           





            3.1.2 Graphis scipta
Gambar Pengamatan
Gambar Litelatur
(Ariyani, 2008)

Klasifikasi  Graphis scipta menurut Setyawan(2001) :
Kingdom         : Fungi
Divisi     :           Lichenes
Kelas :            Ascolichenes
Ordo    `:          Graphidales
Family :           Graphidaceae
             Genus :           Graphis
                         Spesies : Graphis scipta
Berdasarkan pengamatan yang telah di lakukan dalam kuliah kerja lapangan yang dilaksanakan di cangar, Batu, Malang. Praktikan menemukan lichen yang bulat,  berwarna putih keabu-abuan dengan thallus yang menempel seluruhnya pada substratnya. Lichen ini memiliki rhizoid yang menempel seluruhnya pada substrat yang di tempatinya.  Oleh karena itu lichen berjenis ini  di golongkan dalam lichen crustose. Dimana lichen ini susah dilepas dari substratnya, jika memaksa untuk di pisahkan dengan substratnya itu kemungkinan sedikit untuk tidak merusak substratnya.

Menurut Subandi (2010), bahwa crustose memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis, dan selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon, atau pada permukaan tanah. Jenis lichens crustose ini susah di cabut tanpa merusak substratnya.

Menurut Tjitrosoepomo (2001), bahwa lumut kerak jenis Graphis sp berwarna abu-abu. Habitatnya melekat pada pohon atau batang kayu yang sudah mati. Pada bagian anatomi tampak 2 lapisan yaitu lapisan alga dan jamur. Graphis sp memiliki thallus tipe crustose yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik atau endoplodal.  Graphis sp memiliki distribusi yang luar biasa luas dan banyak ditemukan diseluruh amerika serikat dan eropa. Meskipun kurang umum dari pada 50 tahun lalu karena seperti banyak lumut, sangat sensitive terhadap polusi udara.

Menurut Campbell (2004), bahwa secara anatomi lichenes juga memiliki bagian-bagian yang menarik karena adanya lapisan fungi atau lapisan luar korteks yang tersusun atas sel-sel jamur yang tidak rapat dan menempel kuat untuk menjaga agar lumut kerak tetap tumbuh dan lapisan alga yang mengandung ganggang serta terdapat rhizome yang tersusun atas sel-sel jamur yang tidak rapat dan menempel kuat pada substrat yang dikenal sebagai rhizoid atau lapisan lichens yang paling kuat melekat atau menempel pada substrat ini yang paling terkenal adalah pyrenolichenes.

            3.1.3 Usnea barbata
Gambar Hasil
Gambar Literatur


















(Fredmonson, 1998)
Klasifikasi
Kingdom :Plantae
Divisi : Thallophyta
Kelas : Discomycetales
Famili: Parmeliaceae
Genus: Usnea
Spesies: Usnea barbata

Pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan,  pada lokasi pengamatan di Cangar di dapatkan spesies yang bercirikan : Hidup pada pohon inang tetapi tidak merugikan, Daun seperti daun cemara berwarna putih keabu-abuan, Tubuh Berupa Aposedium. Spesies ini di temukan pada ketinggian 1000 sampai 3000 mdpl. Faktor tumbuh dari spesies lichens ini adalah lembab, beraroma belerang, suhu dingin, udara belum tercemar. Bagian – bagian yang terlihat adalah thallus, dan rhizoid.
Berdasarkan Hasnunidah (2009) spesies Usnea barbata ini disebut juga sebagai Kayu angin. Kayu angin atau jenggot resi (jawa) ini memiliki kandungan Vitamin C yang cukup. Bercirikan seperti jenggot, berwarna coklat keabu – abuan, memiliki thallus dan rhizoid. Percabangan pada spesies usnea ini adalah dikotom.
Usnea barbata atau lichen merupakan tanaman dari keluarga Usneaceae yang tumbuh epiphytically pada batang dan cabang pohontanaman ini tersebar di Hogsback. Afrika Selatan. Ekstrak dari lichen telah diselidiki aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri 10 dan 5 strain jamur dengan metode pengenceran pada agar setengah padat. Ekstrak menunjukkan aktivitas yang signifikan terhadap bakteri gram positif dengan konsentrasi hambat minimum / terendah adalah 0,1mg/ml pada Bacillus subtilis, Enterococcus faecalis, Micrococcus viradans dan Staphylococcus aureus. Ekstrak dengan menggunakan aseton adalah yang paling aktif tidak untuk ekstrak air yang menunjukkan aktivitas paling tidak efektif untuk antimikroba. Kami telah memvalidasi penggunaan lumut untuk mengobati berbagai infeksi pada manusia dan ternak ( Cunningham,1991).
Lumut Usnea atau Usnea barbata telah digolongkan dalam Pharma Homeopathic riwayat penggunaan terapi sejak tiga ribu tahun dalam bahasa Cina obat. Usnea barbata mempunyai khasiat obat yang dibuat sebagai ramuan dalam jamu-jamu tradisional. Usnea menghasilkan antibiotic asam usnin yang berguna untuk melawan tuberculosis.Rocella tinctoria, untuk pembuatan lakmus. Serta dapat mencegah dan mengobati penyakit diare (mencret) (Cabrera,1996).
3.2 Lumut
       3.2.1 Hypnum sp
Gambar Pengamatan
Gambar Litelatur
(Edawua,           )

            Klasifikasi Hypnum sp:
Kingdom: Plantae
      Divisi: Bryophyta
              Class: Bryopsida
                     Ordo: Hypnales
                           Famili: Hypnaceae
                                   Genus: Hypnum
                                          Species: Hypnum sp
            Hasil pengamatan yang dilakukan di hutan Cangar, menemukan salah satu jenis lumut daun yang setelah diidentifikasi masuk dalam genus Hypnum. Lumut ini tumbuh di batang pohon, hampir memenuhi seluruh batang pohon yang berukuran besar, tumbuh berdempet antar satu indifidu dengan dindividu yang lain. Memiliki bentuk seperti rumput, thalus berbentuk seperti daun, dari pangkal hinggga ujung menjumbai. Warnanya hijau terang. Berdasarkan hasil identifikasi lumut ini masuk dalam genus Hypnum, namun kami belum dapat menentukan spesiesnya sehingga bernama Hypnum sp.
            Menurut Edawua (   ) Lumut ini berperawakan lebat dantumbuh berdempet, berwarna hijau gelap, hijau muda, hingga terkadang hijau kehitaman. Tumbuhan inimemiliki batang (bukan batang yangsebenarnya) merambat ataumemanjat, arkegonium , anteridiumdan sporagonium lateral atau cabang akhir tersusun seperti tikar. Bentukdaun lanset, lonjong dengan ujungdaunnya yang meruncing danpangkalnya tumpul. Tanaman inibanyak hidup di tanah yang basahatau lembab, dan di daerah yang dialiri air panas, Hypnum termasuk dalam tumbuhan terestrial.
            Tanaman kecil, 0,5 hingga 15 cm, 1 - 2 menyirip tidak teratur atau bercabang, berfilamen pseudoparaphyllia untuk foliose, bergigi atau tumpul, rambut ketiak 3 - 4 bersel. Batang dengan atau tanpa hyalodermis, dengan atau tanpa untai pusat. Daun batang dan cabang yang sama tetapi daun cabang cenderung lebih kecil dan sempit dan dengan sel Alar kurang bisa dibedakan, secara luas sempit bulat telur, margin sinuate untuk seluruh proksimal, bergigi untuk seluruh distal, kadang-kadang bengkok dekat dasar dan biasanya pesawat distal; acuminate apex atau akut, costa ganda atau tidak jelas, biasanya terbatas pada proksimal 1/4 daun, sel daun biasanya halus, biasanya memanjang dan agak vermicular, Alar sel sering dibedakan sebagai kelompok yang berbeda dari sel membesar atau berkurang, seringkali lebih pendek daripada yang lain dari lekukan, daun tepat di atas wilayah Alar kadang-kadang hadir. Autoicous kondisi seksual, dioicous atau phyllodioicous, daun perichaetial batin tegak, bulat telur sampai berbentuk pisau pembedah atau subulate, tiba-tiba menyempit dengan kecerdasan ramping, bergerigi atau seluruh, uji coba penerapan atau tidak, daun luar reflexed, costa tunggal, ganda, atau tidak ada. Seta halus, berwarna kekuningan sampai kemerahan. Kapsul tegak, miring atau horisontal, bervariasi dari panjang berbentuk silindrik yang bulat telur, biasanya melengkung, annulus 1 - 3 Seriate untuk hampir dibedakan, kerucut operkulum untuk bulat-mammillate, peristome ganda, gigi exostome subulate-acuminate, kekuningan sampai kecoklatan, permukaan luar dengan garis zigzag yang berbeda dan lamellae, halus lintas-striolate basally, hialin dan papillose distal, wajah bagian trabeculate, segmen endostomial sekitar setinggi gigi exostomial, pucat dan kekuningan, carinate, lemah untuk kuat dibagi antara artikulasi, teliti papillose, silia 1 - -3 atau kadang-kadang sederhana. Calyptra cucullate, telanjang. Spesies ca. 50: luas di seluruh benua Antartika, tetapi, namun terutama daerah beriklim sedang. Genus Hypnum tetap menjadi repositori untuk sejumlah elemen sumbang, beberapa tampaknya milik keluarga lain. Ini sekali termasuk proporsi tinggi dari lumut pleurocarpous. Konsep generik diterima di sini mengandung beberapa spesies mungkin tidak Hypnum, tetapi merupakan genus cukup alami yang dapat diakui di lapangan, terutama ketika diperiksa dengan lensa tangan. Saya telah menyertakan Pseudostereodon, Breidleria dan Stereodon dalam Hypnum, dan tetap tidak yakin argumen bahwa mereka harus dipisahkan. Fitur Gametophytic yang tertinggi dalam pemisahan spesies meskipun kehadiran sporophytes menyediakan fitur tambahan yang memperkuat konsep spesies yang ada (Schofield, 1989).
            3.2.2 Leucobryum sp
Gambar Pengamatan
Gambar Litelatur
(Edawua,           )

            Klasifikasi Leucobryum sp:
Kingdom: Plantae
      Divisi: Bryophyta
              Class: Bryopsida
                     Ordo: Dicranales
                           Famili: Leucobryaceae
                                   Genus: Leucobryum
                                          Species: Leucobryum sp
           
            Hasil pengamatan menunjukkan lumut yang ditemukan di hutan Cangar termasuk dalam genus Leucobryum. Hal tersebut dibuktikan dengan ciri-cirinya yaitu bentuk daunnya yang lebat, menjumbai panjang dari pangkal keluar. Warna hijau rumput, ditemukan menempel pada substratnya yaitu pohon. Daunnya bercabang-cabang banyak meruncing, seperti ada batang kecil yang ditumbuhinya. Saat pengamatan terdapat kupula dan setae yang lebih panjang dari lumutnya, nampak kupula dan setae yang berwarna coklat. Menurut Edawua, lumut ini biasa ditemukan di bebatuan dan tanah yang lembab. Genus ini jarang ditemukan tumbuh berkelompok, terkadang ditemukan bersama dengan lumut daun lainnya. Lumut ini berperawakan kekar dan lebat. Bentuk gametofit berupa daundaun yang tumbuh dengan lebat dan berdempetan. Warna daunnya hijau muda mengkilap, sempit dan memanjang, terkadang pada ujungnya mudah melengkung, ujung daun meruncing, dengan pangkal yang tumpul. Antheridium dan archegonium tidak ditemukan. Bentuk sporofitnya, menyatu antara batang (meyerupai batang) atau cabang satu dengan yang lain, membentuk suatu akar yang menyatu. Ekologi dan penyebarannya, pada umumya ditemukan di batuan yang lembab, pohon, dan tanah yang lembab.    
            Leucobryum milik keluarga lumut yang dikenal sebagai Leucobryaceae. Keluarga ini dibantah kalangan bryologists karena kesamaan modifikasi pesisir dengan Paraleucobryum, Brothera, dan Campylopus dan struktur peristome dengan Dicranum, anggota keluarga yang mengklaim beberapa bryologists Leucobryaceae harus dimasukkan, Dicranaceae tersebut. Andrews (Bryologist 50:319-26, 1947) berpendapat bahwa Leucobryaceae harus digabung dengan Dicranaceae tersebut. Brotherus (Crum & Anderson, 1981) diakui sembilan marga di Leucobryaceae, semua dari mereka kecuali Leucobryum tropis, yang meluas jauh ke utara lintang beriklim sedang dan juga di rumah di daerah tropis di dunia Lama dan Baru. Ada sekitar 122 spesies Leucobryum seluruh dunia (Ireland, 1982).
            Reproduksi aseksual adalah dengan kelompok kecil caducous daun seperti Gemmae di ujung batang dan daun dengan dengan rhizoids di puncak. Spesies ini terjadi pada humus, tanah, kayu membusuk, basis pohon, tepian batu di hutan, rawa-rawa dan rawa. Radius nya Timur Selatan Amerika Serikat tengah, China Kaukasus, Jepang, dan dari Newfoundland ke Manitoba di Kanada (Crum, 1981).
           
3.2.3 Barbula spadicea (Bryopsida)
Pengamatan
Literatur

            Klasifikasi lumut daun ini adalah (Corley, 1981):
Kingdom : Plantae
         
Phylum : Bryophyta
                   Class : Bryopsida
                          Order : Pottiales
                                  Family : Pottiaceae
                                           Genus : Barbula
                                                    Species : Barbula spadicea (Mitt.)
            Hasil  pengamatan saat KKL di Cangar menunjukkan, telah ditemukan lumut daun yang berada di batang pepohonan. Bagian-bagiannya terdapat kapsula yang agak silidris tumpul, dengan penompangnya yaitu seta. Lalu di bawahnya agak jauh terdapat daun-daunnya atau thalus. Di bawahnya lagi terdapat rhizome atau akar berada di dalam tanah.
Lumut ini biasanya berada di dekat sungai atau berada di daerah bukit. Dekat dengan spesies B. fallax dalam banyak hal tetapi Barbula spadicea lebih kuat, daun lurus dan kaku, juga saraf yang sangat kuat. Filiform peristome gigi jauh lebih pendek dan hampir tidak memutar (Watson, 1981:223).
Tunas berwarna coklat-kehijauan, ukuran biasanya 1,5-3 cm, dengan daun lurus (tapi bengkok dekat basis) sekitar 2-4 mm panjang, yang hampir di sudut kanan ke batang ketika lembab. Kapsul silinder cukup sering, dan memiliki pendek, lurus peristome gigi. B. spadiceus khas tumbuh di suatu tanah yang labil, sering di dekat sungai dan selokan, juga pada batu dan batang pohon oleh aliran air, terutama di dasar tempat yang kaya akan nutrisi untuk lumut ini (Mark, 2009).
Text Box: Figure 2. Detail gambar Barbula spadicea  

           
            3.2.4 Lumut Hati (Marchantia sp)
               Gamabar Pengamatan
Gamabar Literatur
(Ariyani,2008).
Klasifikasi
            Kingdom: Plantae
                        Divisio: Marchantiophyta
                                    Kelas: Marchantiopsida
                                                Ordo: Marchantiales
                                                            Famili: Marchantiaceae
                                                                        Genus: Marchantia                                                                                                                  Spesies: M. polymorpha
                                                                                                (Ariyani, 2008).
            Pengamatan yang telah dilaksanakan dalam KKL di cangar mengenai lumut, telah ditemukan adanya lumut hati. spesies yang kami temukan ini adalah Marchantia polymorpha yakni dengan ciri-ciri sebagai berikut : spesies Marchantia polymorpha ini, di temukan di tempat yang lembab di daerah sekitar hutan cangar dan hidup menempel pada bebatuan dan juga tanah yang sedikit berair (lembab) selain itu hidupnya saling berdempetan antara spesies satu dengan spesies yang lain. Pada Marchantia  polymorpha mempunyai bagian-bagian antara lain yaitu gamae yang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya arkegonium dan anteredium, namun organ reproduksinya ini terpisah, yakni dalam satu spesies tidak mepunyai anteredium dan arkegonium, melainkan dalam satu spesies kadang hanya memiliki anteredium ataupun arkegonium saja, selain memiliki arkegonium dan anteredium, Marchantia polymorpha juga mempunyai talus berbentuk lembaran seperti daun kecil, dan juga memiliki rizhoid, yang berfungsi sebagai  tempat menempelnya pada substrat tertentu.
Marchantia polymorpha memiliki tubuh berbentuk lembaran (thalus), tumbuh menempel di atas permukaan tanah, batu, pohon atau tebing yang basah. Di bagian bawah terdapat rizoid yang digunakan untuk menempel dan mengisap air dan mineral, tidak berbatang dan berdaun. Reproduksi vegetatif dengan membentuk gemma atau kuncup. Sementara itu, reproduksi generatif dengan membentuk gamet. Organ pembentuk gamet jantan (antheridium) dan organ pembentuk gamet betina (archegonium) terpisah pada lembaran berbeda.  Lumut ini dapat digunakan sebagai obat hepatitis (radang hati) (Setyawan,2001).
Menurut Campbell (2004), Lumut hati berbentuk lembaran (talus), rizoidnya tidak bercabang terdapat di bawah tangkai atau lembarannya. Letak ntheridium dan archegonium terpisah. Pada umumnya lumut hati mudah ditemukan pada tebing-tebing yang basah. Contoh lumut ini antara lain Ricciocarpus sp. dan Marchantia sp.
3.2.5 Lumut tanduk (Anthocerotopsida)

Gambar pengamatan
Gambar Literatur



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxTYpF-OrWGQm3Yzvm0y0oEK8KmKMUHxtcMXPbPB4MYrlCMuXfxEOXkp5uAwDZAGf8TB2fjsFmxxzfr4y6JY5N6JPQ0Zi_yMQV39DCcEVmwly2Yh5hmQRfOV6Y2KqILfpoj0EUzP7zIiTm/s400/Lumut+tanduk.jpg
(Yulianto,1992)
Klasifikasi dari Lumut tanduk (Anthoceropsida) (Ariyani,2008):
Kingdom         Plantae
Divisio             Anthocerotophyta
Kelas               Anthocerotopsida
Ordo                Anthocerotales
Famili              Anthocerotaceae
Genus              Anthoceros
Spesies            Anthoceroslaevis        
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan mengenai lumut, ditemukan pula lumut jenis lumut tanduk dengan spesies Anthoceroslaevis,  pada spesies ini ditemukan disup di sekitar daerah hutan cangar dan menempel pada bebatuan di tempat yang lembab, selain itu pada talus bagian talusnya berbentuk lembaran, pada sporofitnya membentuk kapsul memanjang yang tumbuh seperti tanduk, lumut ini juga memiliki rizhoid yang menyerupai akar pada tumbuhan tingkat tinggi, rizhoid ini memiliki fungsi sebagai tempat menempel kepada substrat tempat hidupnya.
Menurut literatur, Estiati (1995) menyatakan bahwa lumut tanduk (Anthocerotopsida) memiliki bentuk tubuh seperti lumut hati yaitu berupa talus, tetapi sporofitnya berupa kapsula memanjang. Sel lumut tanduk hanya mempunyai satu kloroplas. Hidup ditepi sungai , danau atau sepanjang selokan. Reproduksi seperti lumut hati. Salah satu contohnya adalah Anthoceros sp.
Bangsa ini hanya memuat beberapa marga yang biasanya dimasukkan dalam satu suku saja,yaitu suku Anthocerotaceae. Berlainan dengan golongan lumut hati lainnya, sporogonium Anthocerotales mempunyai susunan dalam yang lebih rumit.Gametofit mempunyai talus berbentuk cakram ddengan tepi bertoreh, biasanya melekat pada tanah dengan perantaraan rizoid-rizoid. Susunan talusnya masih sederhana. Sel-selnya hanya mempunyai satu kloroplas dengan satu pirenoid yang besar, hingga mengingatkan kita kedapa kloroplas sel-sel ganggang. Pada sisi bawah talus terdapat stoma dengan dua sel penutup yang berbentuk ginjal. Stoma itu kemudian hampir selalu terisi dengan lendir (Tjitrosoepomo,2009).
Lumut tanduk merupakan kelompok kecil yang berkerabat dengan byophyta lainnya tetapi cukup berbeda untuk memisahkannya dalam kelas tersendiri yang mencakup kira-kira 300 spesies. Genus yang paling dikenal ialah Anthoceros, dan spesies-spesiesnya agak umum dijumpai di tepi sungai atau danau dan acapkali disepanjang selokan, tepi jalan yang basah atau lembab. Tubuh utama adalah gametofitnya yang berwarna biru gelap, berlekuk-lekuk dan bentuknya agak bulat. Sel-selnya biasanya mengandung satu kloroplas yang besar yang mencakup pirenoid, yang diduga ada persamaan dengan pirenoid algae tertentu. Sporofit biasanya kapsul berbentuk silinder yang berbentuk bulir dengan panjang beberapa sentimeter, dan kadang-kadang sampai 5-6 cm. pangkal sporofit dibentuk dengan selubung dari jaringan gametofit. Dasar kapsul meluas arah ke bawah sebagai kaki, suatu organ yang melekat dan menyerap, terbena  dalam-dalam di dalam jaringan talusnya. Dalam beberapa segi, struktur kapsul Anthoceros menyerupai kapsul lumut sejati (Birsyam,1992).
Stuktur kapsul Anthoceros dalam beberapa segi menyerupai kapsul tumbuhan lumut, suatu kondisi yang dianggap sebagai suatu contoh untuk evolusi konvergen. Irisan melintang melalui kapsul menunjukan kelompok sel-sel steril, yaitu kolumnela, di tengah-tengah. Sekeliling kolumner terdapat silinder berongga yang berisi elater dan tetrad spor-spora. Kedua struktur ini secara vertical memanjang ke seluruh kapsul. Di luar ada zona sel-sel steril yang terlinung oleh epidermis diselingi oleh stomata yang sama dengan stomata pada tumbuhan berpembuluh. Adanya kloroplas dalam sel-sel daerah steril tadi menyebabkan sporofit matang hampir seluruhnya tidak bergantung pada gametofit akan bahan makanan, meskipun masih memerlukan air dan mineral dari gametofit. Bila menjadi matang, dinding kapsul membelah menjadi dua katup dan spora-spora dilepaskannya (Prawiro,2007).
Setelah beberapa saat tumbuh, kapsul itu memanjang karena aktivitas daerah meristematik di dasarnya. Zona ini menghasilkan semua macam sel yang terdapat dalam kapsul matang jaringan steril dan jaringan penghasil spora. Jadi, selagi spora-spora itu menjadi masak dan ditenaskan dari bagian atas kapsul, maka spora-spora baru terus menerus dihasilkan di bawahnya. Pada beberapa spesies, kapsulnya terus tumbuh dan membentuk spora-spora baru selama gametofit itu hidup (Estiati,1995).
. Beberapa anterodium terkumpul dalam satu lekukan pada sisi atas talus, demikian pula arkogeniumnya. Zigo mula-mula membelah menjadi dua sel dengan satu dinding pemisah melintang. Sel yang diats terus membelah-belah dan merupakan sporogonium, yang bawah membelah-belah merupakan kaki sporogonium. Sel-sel yang mempunyai kaki sporogonium. Berbentuk sebagai rizoid, melekat pada talus gametofitnya. Bagi sporogonium, kaki itu berfungsi sebagai alat penghisap (Haustorium). Sporogonium tidak bertangkai, mempunyai bentuk seperti tanduk, panjangnya 10-15 cm. jika telah masak pecah seperti buah polongan. Sepanjang poros bujurnya terdapat jaringan yang terdiri dari beberapa deretan sel-sel mandul yang dinamakan kolumela. Kolume itu diselubungi oleh jaringan yang diselubungi oleh jaringan yang akan mengasilkan spora, yang disebut arkespora. Selain spora, arkespora juga menghasilkan sel-sel mandul yang dinamakan elatera. Berbeda dengan lumut hati lainnya masaknya kapsul spora pada sporogonium itu tidak bersama-sama, akan tetapi dimulai dari atas dan berturut-turut sampai pada bagian bawahnya. Dinding sporogoni yang mempunyai stomata dengan dua sel penutup dan selain itu sel-selnya mengandung kloroplas (Tjitrosoepomo,2009).
3.3 Jamur
                3.3.1 Parasolia plicatilis atau Coprinus plicatilis (Botanic name)
Pengamatan
Literatur

Klasifikasi dari jamur diatas adalah, dalam Teranaki Educational Resouce :
Kingdom : Fungi
          Phylum : Basidiomycota 
                  Subphylum : Agaricomycotina 
                           Class : Agaricomycetes 
                                  Order : Agaricales 
                                          Family : Psathyrellaceae 
                                                   Genus : Parasola 
                                                           Species : Parasola plicatilis

Berdasarkan pengamatan, jamur Parasola plicatilis atau nama botaninya (sinonimnya) Coprinus plicatilis ini memiliki bentuk cap yang tipis atau pipih, jika mekar mirip seperti payung jepang. Capnya juga berleku-lekuk, mempunyai tangkai yang ramping dan agak panjang.
Jamur Parasola plicatilis pada penelitian, mikroskop diperlukan untuk suksesnya identifikasi spesies ini secara luas didistribusikan dan umum. Ini tumbuh di daerah berumput, biasanya di bawah sinar matahari langsung, dan biasanya ditemukan sendiri, tersebar, atau dalam kelompok kecil (Kuo, 2011).
Morfologis, Parasola plicatilis sangat kecil (maksimal di 35 mm di saat dewasa) dan cap pada jamur tersebut seperti payung kecil. Tidak memiliki tudung yang universal, yang berarti itu tidak memiliki lapisan debu seperti pasir atau spesies serupa di Coprinopsis dan Coprinellus - tapi kecil, tudung tertutup spesies sering terlihat dengan mata telanjang seolah-olah mereka telah kehilangan semua jejak bahan spora oleh saat mereka dewasa, sehingga mikroskop harus digunakan untuk melihat adanya sisa-sisa spora. Spora Parasola plicatilis memiliki fitur yang paling khas: mereka gemuk (jika sebelum mekar), seperti terdapat sudut, besar (berukuran sekitar 10-13 8-11mm), dan fitur pori eksentrik (Kuo, 2011).
Ekologi: Saprobik; tumbuh sendiri atau tersebar di daerah berumput, biasanya di bawah sinar matahari langsung, musim panas dan musim gugur (dan selama musim dingin di iklim hangat), didistribusikan secara luas di Amerika Utara (Kuo, 2011).
Text Box: Figure 1. Berbagai bentuk Jamur Parasiola plicatilis dari kecil hingga dewasaCap: 10-35 mm di saat sudah dewasa, ovoid atau melengkung pada awalnya, menjadi cembung atau berbentuk lonceng, kemudian datar, botak, sangat berlekuk dari margin hampir ke pusat; kekuningan keoranyean coklat ketika muda, menjadi abu-abu di alur dan akhirnya keseluruhan. Pori: Bebas dari batang, dekat atau hampir jauh; keputihan pada awalnya, menjadi abu-abu gelap dan akhirnya hitam. Batang, 35-100 mm, sampai 2 mm tebal, yang sama atas dasar yang sedikit bengkak, rapuh, berongga, gundul atau sangat halus halus, putih, tanpa cincin. Seluruhnya substansial berwarna keputihan. Bau dan rasa tidak khas. Spora berwarna: Hitam (Kuo, 2011).
Parasola plicatilis termasuk dalam anak bangsa atau ordo Agaricales. Secara umum tubuh buah jamur ini biasanya berbentuk payung dengan tangkai yang letaknya sentral. Pada waktu muda tubuh buah itu diselubungi oleh suatu selaput yang dinamakan velum universal. Jika tubuh membesar, tinggalah selaput pada pangkal tangkai tubuh buah sebagai bursa. Dari tepi tubuh buah ke tangkai terdapat juga selaput yang menutupi sisi bawah tubuh buah. Selaput ini dinamakan velum partiale. Jika tubuh buah membesar selaput ini akan robe dan merupakan suatu cincin (annulus) pada bagian atas tangkai tubuh buah. Himenofora pada sisi bawah tubuh buah, membentuk papan-papan atau lamella yang tersusun radial, dapat juga himenofora membuat tonjolan berupa buluh-buluh. Himenium meliputi sisi bawah tubuh buah tadi dan mula-mula terletak di bawah velum partiale. Letak himenium yang demikian disebut Angiokarp. Lapis himenium itu terjadi secara serempak, jadi semua bagian sama umurnya dan kelihatan dari bawah setelah velum partiale robek-robek (Tjitrosoepomo, 2009:149-150).

3.3.2 Jamur kuping (Auricularia auricular)
Gambar Pengamatan
Gambar Litelatur









(Ariyani, 2008)

Klasifikasi
Kingdom         Fungi
            Divisi               Basidiomycota
                        Kelas               Agaricomycetes
                                    Ordo                Auricularites
                                                Famili              Auriculariaceae
                                                            Genus              Auricularia
                                                                        Spesies Auricularia auricular

Berdasarkan pengamatan yang telah di lakukan dalam kuliah kerja lapangan yang dilaksanakan di cangar, Batu, Malang. Praktikan banyak menemukan jamur makroskopis dari divisi basidiomycota, salah satunya adalah jamur kuping (Auricularia auricular). Jamur kuping yang di temukan memiliki cirri-ciri melekat pada substratnya, yakni kayu, serta memiliki tekstur yang kenyal dan berlendir. Dan pada bagian belakang terdapat miselium. Jamur ini berwarna merah marun pada bagian atas atau bagian cap dan berwarna coklat pada bagian bawah.

Menurut Campbell (2004), bahwa jamur kuping (auricularia auricular) merupakan salah satu kelompok jelly fungi yang masuk ke dalam kelas basidiomycota dan mempunyai tekstur jelly yang unik. Jamur ini umumnya memiliki miselium yang bersekat dan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu miselium primer ( miselium yang sel-selnya berinti satu. Umumnya berasal dari perkembangan basidiospora) dan miselium sekunder (miselium yang sel penyunsunnya berinti dua , miselium ini merupakan hasil konjugasi dua miselium primer atau persatuan dua basidiospora.

Menurut sulisetjono (2008), bahwa auricularia auricular   umunya kita kenal sebagai jamur kuping. Jamur ini disebut jamur kuping karena bentuk tubuh buahnya melebar seperti daun telinga manusia (kuping). Karakteristik jamur ini adalah memiliki tubuh buah yang kenyal (mirip gelatin) jika dalam keadaan segar. Namun pada keadaan kering, tubuh buah jamur ini akan menjadi keras seperti kuping tulang. Bagian tubuh buah dari jamur kuping  berbentuk seperti mangkuk atau kadang dengan cuping seperti kuping dengan memiliki diameter 2-15 cm. tipis berdaging dan kenyal.

Jamur kuping ini memiliki banyak manfaat kesehatan. Diantaranya untuk mengurangi penyakit panas dalam serta rasa sakit pada kulit akibat luka bakar. Kandungan senyawa yang terdapat dalam lender jamur kuping juga efektif untuk menghambat pertumbuhan karsinoma dan sarchoma (sel kangker) hingga 80-90% serta berfungsi sebagai zat anti koagulan (mencegah dan menghambat proses penggumpalan darah) selain itu juga untuk mengatasi penyakit darah tinggi, anemia, wasir (ambeien) dam memperlancar buang air besar (Sumami:2006).

Menurut Gunawan (2009), bahwa cara reproduksi vegetatif dari jamur kuping adalah dengan membentuk tunas, dengan konidia, dan fragmentasi miselium. Sedangkan, reproduksi generatif jamur kuping adalah dengan menggunakan alat yang disebut basidium, basidium berkumpul dalam badan yang disebut basidiokarp, yang selanjutnya menghasilkan spora yang disebut basidiospora. Siklus hidup pada jamur kuping yaitu tubuh buah yang sudah tua akan menghasilkan spora yang berbentuk kecil, ringan, dan jumlahnya banyak. Apabila spora tersebut jatuh pada kondisi dan tempat yang sesuai dengan persyaratan hidupnya (misalnya di kayu mati atau bahan yang mengandung selulosa dan dalam kondisi yang lembab) maka spora tersebut akan berkecambah dan membentuk miselium melalui beberapa fase. Pada fase pertama, miselium primer yang tumbuh akan terus menjadi banyak dan meluas. Selanjutnya akan berkembang menjadi miselium sekunder yang membentuk primordial (penebalan miselium pada bagian permukaan miselium sekunder dengan diameter sekitar 0.1 cm). Dari primordial akan tumbuh dan terbentuk kuncup tubuh buah (pada tingkat awal) yang semakin lama akan semakin membesar (kurang lebih 3-5 hari). Kemudian, dari primordial akan tumbuh tubuh buah jamur yang bentuknya lebar, yang pada saat tua dapat dipanen.

            3.3.3 Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur


http://jamurmurah.files.wordpress.com/2010/03/jamur-tiram.jpg
(Roya,2007)

Klasifikasi Jamur tiram (Pleurotus ostreatus):
Kingdom         Fungi
Divisi               Amastigomycota
Class                Basidiomycota
Ordo                Agaricales
Famili              Agaricaceae
Genus              Pleurotus
Spesies            Pleurotus ostreatus
Pengamatan yang telah di lakukan di Cangar ,jamur tiram (Pleurotus ostreatus), merupakan kelompok Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Struktur tubuh yang terdapat pada jamur tiram antara lain lamella dan stalk.Jamur tiram ini memiliki tekstur yang kenyal.Jarum tiram ini di temukan di kayu.Biasanya jamur tiram berhabitat dicampuran dedak dan serbuk kayu jika dibudidayakan. Salah satu manfaatnya adalah sebagai bahan makanan.
Berdasarkan literature, jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur yang cukup populer di tengah masyarakat Indonesia, selain jenis jamur lainnya seperti jamur merang, jamur kuping dan jamur shitake. Pada umumnya jamur tiram dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sayuran untuk kebutuhan sehari-hari. Jamur tiram adalah jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya. Jamur tiram mengandung protein, lemak, fosfor, besi, thiamin dan riboflavin lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur lain (Sumarsih,2010).
Jamur tiram mengandung 18 macam asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan tidak mengandung kolesterol. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalahjamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetesdengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung (Parlindungan,2003).
Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu. Untuk itu, saat ingin membudidayakan jamur ini, substrat yang dibuat harus memperhatikan habitat alaminya. Dalam budidaya jamur tiram dapat digunakan substrat, seperti kompos serbuk gergaji kayu, ampas tebu atau sekam. Hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya jamur tiram adalah faktor ketinggian dan persyarataan lingkungan, sumber bahan baku untuk substrat tanam dan sumber bibit. Miselium dan tubuh buahnya tumbuh dan berkembang baik pada suhu 26-30°C (Roya,2007).
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) mulai dibudidayakan pada tahun 1900. Budidaya jamur ini tergolong sederhana. Jamur tiram biasanya dipeliharan dengan media tanam serbuk gergaji steril yang dikemas dalam kantung plastik. Hal penting yang harus dipenuhi adalah menciptakan dan menjaga kondisi lingkungan pemeliharaan (cultivation) yang memenuhi syarat pertumbuhan jamur tiram. Hal lain yang penting adalah menjaga lingkungan pertumbuhan jamur tiram terbebas dari mikroba atau tumbuhan pengganggu lainnya. Tidak jarang pembudidaya jamur tiram mendapati baglog (kantong untuk media jamur tiram) ditumbuhi tumbuhan lain selain jamur tiram, hal ini disebabkan proses sterilisasi yang kurang baik dan lingkungan yang tidak kondusif (Aseqab,2011).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari pengamatan yang dilakukan yaitu ditemukan beberapa macam Lichen, Lumut, dan Jamur, diantaranya yang dapat diidentifikasi yaitu:  
a. Lichen yang dapat diidentifiasi yaitu Parmotrema sp,Graphis scipta, dan Usnea barbata.
b. Lumut yang dapat diidentifiasi yaitu Hypnum sp, Leucobryum sp, Barbula spadicea,  Marchantia sp, Lumut tanduk Anthocerotopsida.
c. Jamur yang dapat diidentifikasi yaitu Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus), Jamur Kuping (Auricularia auricula), dan Jamur Parasolia plicatilis atau Coprinus plicatili.
            Banyaknya spesies yang ditemukan menunjukkan keanekaragaman tumbuhan tungkat rendah yang terdapat di Hutan cangar, bahkan beberapa spesies diantaranya telah kami eliminasi karena keterbatasan kemampuan kami untuk mengidentifikasi.

4.2 Saran
            Sebaiknya sarana dan prasarana dapat dibantu oleh pihak fakultas. Juga akan lebih baik lagi jika transportasi diperbaiki. Seslain itu sangatlah bijak, bilakami diabntu untuk mengidentifikasi spesies-spesies yang ditemukan agar mudah dalam mengerjakan laporan. Terimakasih.









DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, Indah.2008.http://rumahbaca.klasifikasi-lumut-macam-macam. Diaksespadatanggal 14 Desember 2012
Ariyani, Indah.2008.http://rumahbaca.klasifikasi-lumut-macam-macam. Diakses pada tanggal 8 Desember 2012
Aseqab, Muad. 2011. Bisnis Pembuatan Jamur Tiram. Jamur Merang dan Jamur Kuping. Jakarta : PT Agromedia Pustaka
Birsyam, Inge L.1992. Botani Tumbuhan Rendah. Bandung: ITB
Cabrera C (1996): Materia Medica - Usnea spp. Ear J Herbal  Med2: 11-13
Campbell. 2004. Biologi Jilid 2 . Jakarta: Erlangga
Crum, Howard and Anderson, Lewis E. 1981. Mosses of Eastern North America. Columbia University Press
Cunningham AB (1991): Development of a conservation policy  on commercially exploited medicinal plants: A case study of South Africa. In: Akeele O, Heywood V, Synge H, eds.. Conservation of Medicinal Plants. Cambridge, Cambridge University Press, p. 338
Edawua, Nathania aernita Ekawati. Keanekaragaman Bryophyta di Pemandian Air Panas Taman Hutan Raya R. Soeryo Cangar Jawa Timur. Jurnal Ilmiah. Surabaya
Estiati, B Hidayat. 1995. Taksonomi Tumbuhan (Cryptogamae). Bandung: ITB     Press
Gunawan AW, Agustina TW. 2009. Biologi dan bioteknologi cendawan dalam praktik. Jakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya.
Hasnunidah, Neni.2009.Botani Tumbuhan Rendah. Bandarlampung:Unila
Ireland, Robert R. 1982. Moss Flora of Maritime Provinces. National Museum of Canada
Kukwa, Martin et all. 2012. Thirty Six Species Of The Lichen Genus Parmotrema (Lecanorales, Ascomycota) New to Bolivia. Polish Botanical Journal 57(1): 243–257. Bolivia
Kuo, M. (2011, February). Parasola plicatilis. Retrieved from the MushroomExpert.Com http: //www.mushroomexpert.com/parasola_plicatilis.html diakses pada tanggal 09 Desember 2012 pukul 18:04
Mark, Lawley. 2009. www.bbsfieldguide.org.uk/sites/default/ files/pdfs/mosses/ Didymodon_spadiceus.pdf
Parlindungan, Abdul Karim. 2003.Karakteristik Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dan Jamur tiram kelabu (Pleurotus sajor Caju) pada Baglog Alang-alang. Pekanbaru-Riau.
Prawiro, Hartono. 2007. Sains Biologi. Jakarta: Bumi Aksara
Roya, Intan Ari.2007. Analisis Usaha Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dan Jamur kuping (Auricularia polytrica). Departement of Agribisnis. UMM Malang.
Setyawan, A. D dan  Sugiyarto. 2001. Keanekaragaman Flora Hutan Jobolarangan
Subandi. 2010. Biologi Itu Gampang. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sulisetjono. 2008. Jamur. Malang: Jurusan Biologi UIN Malang
Sumami, sri. 2006. Budidaya Jamur. Jakarta: Media Pustaka
Sumarsih, Sri. 2010. Untung Besar Usaha BIbit Jamur Tiram. Jakarta : Penebar Swadaya.
Teranaki Educational Resources. 2012. http: //www.terrain.net.nz/friends-of-te-henui-group/fungi-te-henui/japanese-umbrella-inkcap.html diakses tanggal 09 Desember 2012
Tjitrosoepomo, Gembong. 2009. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta : UGM Press
W. B. Schofield. 1989. "Hypnum" in Bryophyte Flora of North America Vol. 2. Oxford University Press
Watson, E. Vernon. 1981. British Mosses and Liverworts. Melbourn : Cambridge University Press Australia
Yulianto, Suroso Adi. 1992. Pengantar Cryptogamae. Bandung: TARSITO



No comments:

Post a Comment